Tapi tahukah Anda bahwa program ini sebetulnya sudah SALAH KAPRAH sejak dari penetapan tujuannya? Lha kalau menetapkan tujuannya saja sudah salah maka tentu pada penyusunan konsepnya juga akan salah dan lebih-lebih lagi pada implementasinya. Karena tidak jelas apa yang hendak dituju maka konsep yang disusun untuk menjelaskan program ini pun kacau balau.
Apa yang dimaksud dengan kesalahan penetapan tujuan itu? Ibaratnya adalah seperti jika Anda ingin membuka sekolah PAUD maka jangan dicampuradukkan dengan keinginan membuka perguruan tinggi dalam satu konsep. Begitu Anda salah dalam penetapan tujuannya maka konsep yang dibuat pasti akan salah juga. Kalau konsepnya salah maka programnya juga tentu akan salah juga. Kalau programnya salah maka implementasinya di lapangan pasti akan berantakan juga. Jika Anda ingin membuka PAUD maka tidak mungkin kita akan memasukkan kurikulum ‘lateral thinking’ atau ‘kewirausahaan’, umpamanya. Tapi kalau mau bikin perguruan tinggi maka tidak mungkin kita mensyaratkan ada program ‘Kunjungan ke Kebun Binatang’ dan pelajaran bernyanyi dan semacamnya.
Di mana kesalahan program SBI? Nampaknya sejak di kepala si pemilik ide. Si pemilik ide ini entah kurang jelas dalam menyampaikan ide-idenya atau justru konseptornya (yang menyusun konsep SBI sesuai dengan ide yang disampaikan ke padanya) yang kurang ahli. Menurut saya si konseptor memang kurang begitu ahli sehingga meski ada konsep-konsep yang bertabrakan secara prinsip tapi toh disusunnya sesuai dengan apa yang disampaikan ke padanya. Ibarat konsep rumah minimalis tapi ditambahkannya dengan ukir-ukiran Jepara dan pilar-pilar besar. Tentu saja konsep rumah minimalis tersebut menjadi berantakan dan orang jadi bertanya-tanya rumah ini sebenarnya berkonsep apa sih..?! Tapi bagi orang awam tentu saja tidak paham soal beginian sehingga meski campur aduk ya ditelan saja. Entah si pemilik ide yang tidak paham atau memang si desainer yang berprilaku ‘sopir taksi’, ‘saya antar ke mana saja selama argonya dibayar. Anda mau minimalis campur gaya klasik ayo saya bikinkan’
Apa kesalahan konsepnya? Yaitu bahwa SBI ini tidak jelas apakah sebuah ‘school quality improvement program’ atau sebuah program peningkatan mutu sekolah di mana SBI adalah tingkatan mutu pendidikan tertinggi secara nasional ATAU ‘school for the gifted and talented’ atau sekolah bagi anak-anak cerdas dan berbakat menonjol? Itu adalah dua konsep yang BERBEDA dan tidak bisa dicampuradukkan. Sekolah bagi anak-anak cerdas dan berbakat adalah Sekolah Khusus dan bukan merupakan tingkatan strata mutu pendidikan. Ibaratnya, sekolah khusus adalah sekolah bagi anak-anak yang berada pada kurva kiri dan kanan pada Kurva Lonceng. Contoh Sekolah Khusus lainnya adalah sekolah bagi anak-anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. Untuk mereka harus ada sekolah khusus karena kekhasan mereka. Anak-anak berbakat istimewa ini memang harus mendapat pendidikan khusus dan itu sudah ada Undang-undangnya. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan antara lain bahwa “warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus” (Pasal 5, ayat 4). Di samping itu juga dikatakan bahwa “setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya” (pasal 12, ayat 1b).
Apa kesalahan konsepnya? Yaitu bahwa SBI ini tidak jelas apakah sebuah ‘school quality improvement program’ atau sebuah program peningkatan mutu sekolah di mana SBI adalah tingkatan mutu pendidikan tertinggi secara nasional ATAU ‘school for the gifted and talented’ atau sekolah bagi anak-anak cerdas dan berbakat menonjol? Itu adalah dua konsep yang BERBEDA dan tidak bisa dicampuradukkan. Sekolah bagi anak-anak cerdas dan berbakat adalah Sekolah Khusus dan bukan merupakan tingkatan strata mutu pendidikan. Ibaratnya, sekolah khusus adalah sekolah bagi anak-anak yang berada pada kurva kiri dan kanan pada Kurva Lonceng. Contoh Sekolah Khusus lainnya adalah sekolah bagi anak-anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. Untuk mereka harus ada sekolah khusus karena kekhasan mereka. Anak-anak berbakat istimewa ini memang harus mendapat pendidikan khusus dan itu sudah ada Undang-undangnya. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan antara lain bahwa “warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus” (Pasal 5, ayat 4). Di samping itu juga dikatakan bahwa “setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya” (pasal 12, ayat 1b).
Salah satu Sekolah Khusus yang kita ketahui adalah sekolah khusus bagi siswa yang berbakat di bidang olahraga dan didirikan khusus untuk menjadikan para siswanya sebagai atlit. Sekolah-sekolah tersebut adalah SMA Ragunan, Sekolah Menengah Olahraga Riau i, dan Sekolah Menengah Atas Olahraga di Sidoarjo, Jawa Timur. ii Sekolah-sekolah ini adalah sekolah khusus dan eksklusif di mana hanya anak-anak berbakat di bidang olahraga saja yang bisa memasukinya.
Diperkirakan bahwa di dunia ini ada sekitar 10 – 15% anak berbakat dalam pengertian memiliki kecerdasan atau kelebihan yang luar biasa jika dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Kelebihan-kelebihan mereka bisa nampak dalam salah satu atau lebih tanda-tanda berikut:
Kemampuan inteligensi umum yang sangat tinggi, biasanya ditunjukkan dengan perolehan tes inteligensi yang sangat tinggi, misal IQ diatas 120.
Bakat istimewa dalam bidang tertentu, misalnya bidan gbahasa, matematika, seni, dan lain-lain. Hal ini biasanya ditunjukkan dengan prestasi istimewa dalam bidang-bidang tersebut.
Kreativitas yang tinggi dalam berpikir, yaitu kemampuan untuk menemukan ide-ide baru.
Kemampuan memimpin yang menonjol, yaitu kemampuan untuk mengarahkan dan mempengaruhi orang lain untuk bertindak sesuai dengan harapan kelompok.
Kreativitas yang tinggi dalam berpikir, yaitu kemampuan untuk menemukan ide-ide baru.
Kemampuan memimpin yang menonjol, yaitu kemampuan untuk mengarahkan dan mempengaruhi orang lain untuk bertindak sesuai dengan harapan kelompok.
Prestasi-prestasi istimewa dalam bidang seni atau bidang lain, misalnya seni musik, drama, tari, lukis, dan lain-lain.iii
Tanda-tanda bakat menonjol ini cukup bervariasi, misalnya saja ada anak berumur tiga tahun sudah dapat membaca lancar seperti layaknya anak usia tujuh tahun; atau ada anak yang baru berumur lima tahun tetapi cara berpikirnya seperti orang dewasa, dll. Anak-anak yang memiliki bakat dan kemampuan isitimewa seperti itu sudah selayaknya diberi pelayanan pendidikan yang memadai karena merupakan aset bagi bangsa. Itu sebabnya UU Sisdiknas memasukkan pasal tentang anak-anak berbakat ini.
Pertanyaannya adalah : Apakah Program SBI ini dirancang untuk siswa-siswa cerdas dan berbakat luar biasa ini atau bukan…?! Jika jawabnya ‘Ya’ maka program ini memang HARUS dirancang KHUSUS bagi mereka dan bukan untuk siswa-siswa dengan kecerdasan normal. Sekolah ini haruslah sebuah Sekolah Khusus bagi anak-anak khusus, dirancang khusus dengan program-program khusus sehingga bukanlah sekolah yang bisa dimasuki oleh anak-anak dengan kecerdasan normal. Ini adalah sekolah khusus alias exclusive school.
Tapi jika ternyata program SBI/RSBI ini BUKAN Sekolah Khusus yang dibuat untuk anak-anak cerdas dan berbakat dan melainkan adalah sebuah sekolah yang memiliki standar mutu pembelajaran yang tertinggi dalam strata akreditasi sekolah kita, maka ia seharusnya bisa dimasuki oleh SEMUA siswa dengan tingkatan kecerdasan apa pun (inclusive schools).
Jadi pertanyaannya adalah : Apakah Program SBI/RSBI ini termasuk Inclusive Schools atau Exclusive Schools? Kita tidak bisa mengikuti dua ‘mazhab’ yang bertentangan sekaligus atau kita akan dianggap tidak paham soal filosofi pendidikan.
Faktanya program SBI/RSBI ini memang mencampuradukkan dua mazhab ini sehingga kacau balaulah program ini (disamping memang adanya kesalahan penggunaan terminologi, ekses buruknya dan kesalahan pada implementasi di lapangan).
Mari kita lakukan ‘bedah forensik’ konsep SBI/RSBI ini dan lihat di mana kekacauan konsepnya. Kita bisa mengambil ‘keping’ mana saja untuk kita bedah dan telusuri. Sebagai contoh, kita bisa melihat sejak dari UU Sisdiknasnya dan kita bisa tahu di mana salahnya.
UU Sisdiknas 2003 Pasal 50 ayat (3) berbunyi sbb :
3) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
3) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
Tidak jelas apa yang dimaksud dengan ‘satuan pendidikan yang bertaraf internasional’ tersebut. Tapi kita sebenarnya bisa menelusuri dari mana dan mengapa muncul istilah ‘satuan pendidikan yang bertaraf internasional’ tersebut.
Rupanya pemerintah (dalam hal ini adalah Kemdiknas atau dulunya Departemen Pendidikan Nasional) menganggap bahwa pendidikan Indonesia ketingggalam dalam banyak hal di bidang pendidikan dibandingkan dengan negara-negara tetangga lain sehingga harus ada upaya dan program tertentu yang akan dapat mendongkrak ketertinggalan ini. Pendidikan Indonesia harus juga setara dan sama baiknya dengan pendidikan di negara-negara maju lainnya sehingga pendidikan Indonesia diakui oleh dunia internasional. Dari situlah muncul istilah ‘satuan pendidikan yang bertaraf internasional’ yang tidak jelas rujukannya ini.
Jadi dari sini kita bisa melihat bahwa pemerintah atau Kemdiknas menginginkan adanya ‘school quality improvement program’ dengan mengusulkan pasal dalam UU Sisdiknas ini. Program ini diharapkan akan dapat mendongkrak mutu pendidikan Indonesia secara agregat pada akhirnya. Jadi ini sebenarnya adalah inclusive school atau sekolah umum dengan mutu pembelajaran tertinggi dalam strata akreditasi sekolah nantinya.
Anda setuju…?!
Mari kita bedah lebih lanjut.
Jika UU ini bermaksud untuk mendapatkan sekolah bermutu tinggi di seluruh Indonesia maka
mengapa muncul pernyataan ‘sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan’ pada pasal tersebut? Rupanya pemerintah merasa bahwa upaya untuk mendongkrak mutu pendidikan Indonesia pada tahap ‘satuan pendidikan yang bertaraf internasional’ adalah upaya yang sangat sulit mengingat begitu besarnya permasalahan dalam dunia pendidikan kita sehingga cukuplah kiranya jika di satu daerah ada ‘satuan pendidikan yang bertaraf internasional’. Itu dianggap sudah cukup memadai ketimbang tidak ada satu pun ‘satuan pendidikan yang bertaraf internasional’. Sebetulnya pemikiran seperti ini saja sudah merupakan kesalahan karena semestinya kan semua sekolah didorong agar menjadi ‘satuan pendidikan yang bertaraf internasional’ dan tidak perlu dibatasi hanya ‘sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan’. Frase itu cocoknya adalah untuk sekolah khusus, yaitu sekolah bagi anak-anak cerdas dan berbakat. Sebuah sekolah exlusive yang dirancang khusus bagi anak-anak Indonesia yang memiliki tingkat kecerdasan tertentu. Sehingga untuk memasuki sekolah khusus ini memang diperlukan sebuah tes khusus untuk menguji tingkat kecerdasannya (biasanya kita kenal dengan tes IQ). Dan untuk sekolah semacam ini memang tidak perlu banyak tapi perlu ada ‘sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan’!
mengapa muncul pernyataan ‘sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan’ pada pasal tersebut? Rupanya pemerintah merasa bahwa upaya untuk mendongkrak mutu pendidikan Indonesia pada tahap ‘satuan pendidikan yang bertaraf internasional’ adalah upaya yang sangat sulit mengingat begitu besarnya permasalahan dalam dunia pendidikan kita sehingga cukuplah kiranya jika di satu daerah ada ‘satuan pendidikan yang bertaraf internasional’. Itu dianggap sudah cukup memadai ketimbang tidak ada satu pun ‘satuan pendidikan yang bertaraf internasional’. Sebetulnya pemikiran seperti ini saja sudah merupakan kesalahan karena semestinya kan semua sekolah didorong agar menjadi ‘satuan pendidikan yang bertaraf internasional’ dan tidak perlu dibatasi hanya ‘sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan’. Frase itu cocoknya adalah untuk sekolah khusus, yaitu sekolah bagi anak-anak cerdas dan berbakat. Sebuah sekolah exlusive yang dirancang khusus bagi anak-anak Indonesia yang memiliki tingkat kecerdasan tertentu. Sehingga untuk memasuki sekolah khusus ini memang diperlukan sebuah tes khusus untuk menguji tingkat kecerdasannya (biasanya kita kenal dengan tes IQ). Dan untuk sekolah semacam ini memang tidak perlu banyak tapi perlu ada ‘sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan’!
Jadi memang sejak dari UU Sisdiknas saja konsep sekolah ini sudah membingungkan, sekolah bermutu atau sekolah khusus …?! Inclusive atau Exclusive…?!
Mari kita siapkan ‘pisau bedah’ kita untuk membongkar pasal lain.
Definisi tentang ‘satuan pendidikan yang bertaraf internasional’ yang ada dalam UU Sisdiknas 2003 Pasal 50 ayat (3) tersebut yang kemudian diterjemahkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 17 tahun 2010 Pasal 1 No 35 menjadi :
“Pendidikan bertaraf internasional adalah pendidikan yang diselenggarakan setelah memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan standar pendidikan negara maju.”
Jika Anda membaca pasal ini menurut Anda ‘Pendidikan Bertaraf internasional’ itu sekolah khusus atau sekolah bermutu…?!
Jika Anda membaca pasal ini menurut Anda ‘Pendidikan Bertaraf internasional’ itu sekolah khusus atau sekolah bermutu…?!
Pasal ini jelas bicara tentang jenjang mutu sekolah (dan akan dijelaskan lebih lanjut nantinya dalam semua penjelasan tentang program ini oleh Kemdiknas) . Jadi nantinya akan ada 3 (tiga) jenjang mutu pendidikan di Indonesia, yaitu : Sekolah Reguler (belum mencapai 8 Standar nasional Pendidikan), Sekolah RSBI (telah mencapai 8 SNP dan dipersiapkan untuk mencapai SBI), dan SBI.
Jika logika ini yang dipakai maka ini berarti program SBI BUKANLAH sekolah khusus bagi anak-anak cerdas dan berbakat menonjol melainkan sekolah umum yang manajemen sekolah dan pesyaratan lainnya telah mencapai standar mutu tertentu. Ini sekolah umum bagi siapa saja dan tidak diperlukan persyaratan kecerdasan dan bakat tertentu untuk memasuki sekolah ini karena ini adalah sekolah bermutu dan bukan sekolah khusus bagi anak-anak cerdas berbakat.
Jadi sebenarnya program SBI/RSBI ini mau dibawa kemana sih…?!
Saya hentikan pembahasan saya disini dulu untuk memberi waktu bagi kita untuk mengunyah-ngunyah dua contoh cara membedah program SBI/RSBI berdasarkan filosofinya . Dengan ‘pisau bedah’ ini Anda akan dapat melihat sendiri kesalahkaprahan program SBI/RSBI ini pasal per pasal dan definisi per definisi. Silakan menikmati ‘bedah forensik’ Anda sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar